Cerita Silat
Mendaftar
Advertisement

Arus air terjun itu sangat deras sekali, maka dari itu dengan sendirinya tubuh Han Li terbawa hanyut. Han Li berpikir bahwa dirinya akan binasa terbentur-bentur dengan batu gunung yang banyak terdapat disitu, kalau sampai dirinya terdorong oleh arus air terjun yang tumpah dengan derasnya.

Pemuda itu memejamkan mata sambil menantikan kematiannya, dengan hati yang kebat-kebit.

Meskipun sesuatu yang dapat diramalkan manusia bakal terjadi, namun bila Thian berkehendak lain, tak ada makhluk apapun didunia ini yang mampu mencegahnya, begitu pula dengan Han Li, memang dia belum ditakdirkan untuk mati.

Sehingga kejadian yang dianggap mustahilpun bisa terjadi.

Dalam waktu yang cukup lama dirinya terbawa hanyut, sampailah dia terdampar di sebuah telaga yang cukup besar.

Hamparan air biru di telaga luas itu amatlah menakjubkan. Sinar mentari menyiratkan cahayanya di permukaan air bagaikan sapuan lembut perawan desa di jerami jingga. Cahaya biru kuning memantul disana-sini bercampur warna perak menyatu membentuk benang-benang cahaya yang amat indah, indah dan penuh pesona. Permukaan airnya mengeriput kecil bagai lipatan kain panjang di tubuh bumi. Tiga Burung belibis putih terlihat mengepakan sayapnya diudara menyusuri permukaan telaga. Sungguh pemandangan yang luar biasa indahnya dan sangat alami tanpa terjamah tangan-tangan jahil manusia.

Entah berapa lama pemuda itu tertidur di pesisir telaga, kemudian terbangun, matanya terbuka dan dilihatnya pemandangan telaga yang sungguh indah. Cukup lama juga dia terpesona dengan pemandangan dihadapanya, lalu kepalanya menengok kekiri dan kekanan. Tampak di sebelah kirinya terdapa sebuah gua yang cukup besar.

Han Li menghampiri gua tersebut, ternyata di dalam gua tersebut tampak sebuah ruangan yang seperti dibuat oleh tangan manusia. Malah yang mengherankan, ruangan tersebut di lengkapi dengan alat-alat perabotan rumah tangga, seperti kursi dan meja.

Han Li mengerutkan alisnya. "Siapa yang mendiami ruangan tempat ini?" pikir pemuda itu dengan heran dan kebingungan, sejenak terlupa akan dirinya yang terluka.

Apakah didalam ruangan ini terdapat seseorang yang tinggal mendiami tempat yang aneh dan letaknya sangat tersembuni ini? atau tempat ini merupakan tempat tinggal seorang tokoh aneh yang mengasingkan diri?. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hatinya.

Setelah diteliti beberapa lama, dia dapat mengambil kesimpulan bahwa tempat ini sudah lama sekali tidak di tinggali oleh pemiliknya, buktinya debu yang terdapat dilantai, meja dan kursi, hampir setebal 2mm.

Tiba-tiba hati Han Li tertarik ketika ia melihat goresan-goresan lukisan dan huruf yang yang tertera di dinding ruangan itu, karena seperti pernah melihat huruf-huruf itu. Tergetarlah hatinya karena ingat bahwa huruf-huruf tersebut sama persis dengan huruf-huruf yang ada dalam peta kuno.

Segera dikeluarkan peta kuno tersebut. Dan benarlah sama persis gambar dan hurufnya, tentu saja ini menunjukkan bahwa pembuat peta dan pelukis dinding ini adalah orang yang sama. Tak dapat dibayangkan betapa gembiranya Han Li karena semua hasil kerjanya membuahkan hasil.

Han Li kemudian masuk lebih dalam dan ternyata didalam ruangan tersebut masih terdapat sebuah ruangan lainnya.

Hati pemuda itu terkejut bukan main, karena di sebuah pembaringan batu disudut ruangan dalam itu, tampak seorang kakek sedang duduk bersemedi.

Seluruh rambutnya telah memutih dengan jenggot putih menutupi sebagian wajahnya yang berkerut. Raut wajah yang welas asih dan damai.

Si pemuda menjadi heran, apakah kakek tua yang berambut dan kumis jenggot telah putih semua itu, pemilik tempat ini?. Han Li kemudian merangkapkan kedua tangannya sambil memberi kormat kepada kakek itu.

"Boanpwe Han Li mengunjuk hormat pada Lo Cianpwe, Dengan memberanikan diri dan lancang sekali Boanpwe telah memasuki tempat Lo Cianpwe".

Menunggu beberapa lama, tapi kakek itu tetap bersemedi seperti tidak mengacuhkannya.

Si pemuda sangat heran, dia duga kakek itu tentunya tidak senang akan kehadirannya. Tapi setelah menunggu sekian lama tak ada reaksi pula, pemuda iru melangkah menghampirinya.

"Apakah kakek ini telah meninggal?" Dilihatnya biarpun wajah si kakek itu tampak hidup namun tak tampak cahaya kehidupan.

Han Li menghampiri lebih dekat lagi, dilihatnya kakek itu masih berdiam diri. Kemudian setelah menjura dia memegang baju si kakek, dan begitu tersentuh baju itu meluruk jadi abu. Ternyata benar dugaannya.

Han Li lalu menyentuh tangannya, dirasakan tangan itu telah mengeras dan dingin sekali. Kalau dilihat bajunya yang begitu tersentuh terus melepuh menjadi abu, tentunya kakek itu telah menghembuskan napasnya sudah beberapa waktu yang lama sekali dan telah silam.

Namun kalau memang si kakek telah binasa pada waktu yang silam, mengapa tubuhnya tidak hancur lebur ? Mengapa?

--- demonking ---

Pada dasarnya Sie Han Li adalah seorang pemuda yang berperasaan halus. Melihat seorang kakek tua yang telah sekian lama meninggal dunia namun jenasahnya tidak ada yang mengurus, hatinya merasa tidak tega.

Sambil menjura dalam ke arah jenasah si kakek tua tersebut, Sie Han Li berkata "Mohon maaf locianpwe apabila kedatangan cayhe telah menganggu ketentraman, cayhe mohon ijin untuk menguburkan jenasah locianpwe agar dapat beristirahat lebih tenang"

Setelah memberi hormat, Han Li menghampiri kakek tua tersebut. Singkat cerita jenasah si kakek berhasil di kubur Han Li di depan gua tersebut. Kemudian Han Li memasuki kembali gua tersebut guna menyelidiki lebih jauh goresan-goresan yang tertera di dinding gua. Begitu memasuki kembali gua itu, tanpa sengaja pandangan Han Li mengarah ke tempat samadhi si kakek tua. Terlihat sinar kecil keemasan seukuran stengah telapak tangan dewasa. Tertegun sejenak, Han Li menghampiri sinar keemasan tersebut, ternyata adalah sebuah kunci emas.

Rupanya ketika menganggkat jenasah si kakek, ia tidak begitu memperhatikan bahwa di bawah tempat duduk si kakek tersebut terdapat sebuah benda yang disembunyikan di bawah tubuh kakek itu. Sambil mengamati kunci emas tersebut, Han Li mengira-ngira apa kegunaan kunci emas tersebut, bentuknya mirip kunci pada umumnya, yang membedakan hanya terbuat dari emas murni. Sambil termenung sejenak, Han Li memasukkan kunci emas tersebut ke dalam sakunya, lalu mengalihkan perhatiannya ke arah dinding gua.

Tulisan yang terdapat di dinding gua tersebut memang sama persis dengan tulisan di peta kuno, setiap lekuk huruf-hurufnya mirip tanda orang yang membuat peta kuno itu dengan tulisan yang terdapat di gua ini adalah orang yang sama.

Sekian lama mengamati dinding gua tersebut, Han Li mendapati di bagian bawah dinding gua tersebut masih terdapat goresan tulisan yang lebih kecil, tertutup lumut hijau, agak terpisah dari goresan sebelumnya. Apabila matanya kurang jeli, jelas goresan itu akan terlewatkan.

Tertarik hatinya, Han Li mendekat ke arah dinding gua tersebut. Sambil jongkok, tangannya meraba bagain bawah dinding tersebut. Lumut hijau yang menutupi tulisan di dinding, dibersihkannya hingga akhirnya goresan tulisan yang lebih kecil itu terlihat semuanya.

Begitu melihat tulisan tersebut, Han Li merasa gembira ketika ia mendapati tulisan tersebut di tulis dalam bahasa yang dimengertinya. Jelas tulisan itu dengan tulisan di atasnya dibuat oleh dua orang yang berbeda.

Dengan cepat ia mulai membaca tulisan tersebut.

"Barang siapa yang berjodoh memasuki gua ini, berarti memiliki peruntungan yang :sama denganku. Aku sendiripun tidak tahu siapa kakek tua yang ada di gua ini namun
dugaanku, berdasarkan tulisan yang ia tinggalkan di dinding gua ini, kakek tua :tersebut mungkin adalah pelayan atau murid atau orang kepercayaan si pemilik ilmu
"Matahari". Sungguh beruntung aku sedikit memahami bahasa Thian-Tok (India)hingga
petunjuk yang terdapat di didnding ini dapat kumengerti cukup jelas. Apabila yang
menemukan gua ini tidak mengerti arti tulisan di atas, berikut adalah :ringkasannya.
Tulisan di atas pada intinya memberitahu letak disembunyikannya ilmu silat maha :tinggi yang bernama ilmu silat "Matahari". Gambar di atas merupakan gambar puncak
pegunungan Ko-San, begitu tiba di puncak tersebut, harap mengarah ke arah Timur :kira-kira 1-2 mil, carilah sebuah lubang kira-kira seukuran badan manusia. Lubang
tersebut merupakan jalan masuk yang mengarah ke lorong yang menuju ke bawah tanah.
Uraian lebih lanjut tidak kujelaskan untuk menghindari ada orang yang memasuki gua
ini setelah aku berlalu dari sini tak lama kemudian. Namun apabila orang yang :masuk ke dalam gua ini kira-kira bertahun-tahun kemudian, nasehatku adalah :segeralah pergi ke puncak gunung Ko-San. Siapa yang tahu apakah aku berhasil :mendapatkan rahasia ilmu "Matahari" tersebut atau tidak.
Bulan ketiga, tahun ke sebelas dinasti Tang

Sehabis membaca tulisan tersebut, diam-diam Han Li kecewa. Ternyata telah ada orang yang berhasil memecahkan rahasia peta kuno tersebut. Hanya saja dilihat dari selang waktu dirinya memasuki gua ini dengan orang yang pertama kali datang, kira-kira berselang lima puluh tahunan. Entah apakah orang tersebut masih hidup dan berhasil mempelajari ilmu "Matahari" itu atau tidak, gumamnya.

Dengan langkah gontai Han Li merebahkan diri di lantai gua, perasaan letih menghinggapi sekujur tubuhnya. Sambil berbaring dengan mata terbuka Han Li mengenang semua peristiwa selama berbulan-bulan semenjak ia menemukan peta kuno tersebut. Dia sendiri tidak tahu apakah tetap pergi ke puncak gunung Ko-San ataukah melanjutkan perjalanannya terdahulu yang sempat tertunda karena peta kuno tersebut.

Sambil termenung Han Li mengamati sekawanan kunang-kunang yang beterbangan di langit-langit gua, mereka bersinar seolah menyambut kedatangannya bercanda gembira riang. Mata Han Li tak berkedip menatap ratusan cahaya kecil yang tersibak oleh gelap malam. Ia menahan nafas, menggagumi keindahan cahaya yang berpendar di atas langit-langit gua.

Sekonyong-konyong matanya menangkap sesuatu di langit-langit gua, lapat-lapat matanya yang tajam melihat sebarisan huruf yang sangat kecil. Apabila dirinya tidak begitu kesengsem terhadap kawanan kunang-kunang tersebut, dapat dipastikan huruf-huruf tersebut terlewatkan olehnya.

Dengan perasaan tertarik, Han Li bangkit berdiri. Sambil mendonggakkan kepala ia berusaha membaca tulisan kecil-kecil yang tertera di langit gua.

Tulisan tersebut mirip dengan tulisan yang tertera di dinding gua dan berbunyi....

Siapapun yang ingin mendapatkan ilmu maha lihai peninggalan couwsu tidak akan :berhasil apabila tidak memiliki kunci emas. Siapapun yang berhasil mendapatkan :kunci emas tersebut, berhak menjabat sebagai ketua perguruan generasi ke lima :menjaga dan mengembalikan kejayaan perguruan selama hidupnya.
Siapa yang beruntung memiliki kunci emas ini, terserah pada Thian.



Advertisement