Cerita Silat
Mendaftar
Advertisement

Cerita ini terjadi kurang lebih dua abad sebelum masehi, pada zamannya Cin Si Hongte yaitu kaisar pertama pada dinasti Cin. ada yang mengatakan bahwa orang-orang dari dinasti Cin inilah yang pertama kali melakukan perantauan dan pelayaran sampai jauh ke negara-negara asing sehingga dari mereka inilah munculnya sebutan negeri China atau Cina, yaitu dari dinasti Cin.

Dusun Hang kung ce yang terletak disebelah utara kota Kong Goan ini biasanya amat ramai karena dusun ini merupakan suatu tempat persimpangan pedagang dan pelancong yang hendak menuju ke kota raja utara. Hari itu panas sekali berbeda dengan biasanya sehingga jalannya tampak sunyi. Orang-orang lebih suka berlindung di tempat-tempat teduh, minum teh di restoran atau beristirahat di bawah pohon sambil mengobrol. Para penghuni rumah di tepi jalan raya, kecuali mereka yang mempergunakan rumah sebagi toko, tidak ada yang mau duduk didepan, karena jalan raya yang kering berdebu tertimpa cahaya matahari terik itu amat tidak enak bagi mata. Lebih nyaman duduk di belakang rumah di antara pohon-pohon yang rindang.

Betapapun juga, panasnya hari itu tidak mampu menghentikan kesibukan para pekerja kasar untuk bekerja. Dari jauh tampak seorang pemuda tinggi dengan langkah tegap memanggul dua buah karung berisi beras, satu di pundak kiri dan yang lainnya di kanan. Sementara dibelakangnya sebuah gerobak berisi satu karung beras didorong oleh seorang pemuda pendek dan gentut.

"Ternyata restoran kakek Suipoa tidak begitu ramai" Pemuda tinggi itu berkata pada rekan dibelakangnya.menanak "Wah mana mungkin kau dapat melihat dengan jelas, jaraknya kan masih jauh ...mungkin masih ratusan meter. Kau berbohong yah !" Timpal si gendut sambil susah payah mendorong gerobak. "Mata orang bodoh sepertimu mana bisa melihat dengan jelas... hehe... aku bukan orang bodoh sepertimu tahu !" Mata si tinggi memang lebih tajam seperti mata orang yang berlatih iweekang tingkat tinggi sehingga pandangannya tajam dan lebih berwibawa.

Beberapa menit kemudian sampailah keduanya di restoran Suipoa. Restoran itu memang tidak begitu ramai sama seperti yang dikatakan si tinggi, tempatnya tidak terlalu besar namun cukup untuk tamu berjumlah puluhan orang.

"Bos ini antaran berasnya, mau ditaruh dimana?". si tinggi berkata pada orang tua yang berada di belakang meja kasir sambil terus masuk kedalam. "Langsung saja masuk gudang belakang, taruh saja di atas meja sudut, sebentar lagi akan diurus A Koan untuk nasi". Orang tua yang dipanggil Bos itu menyahut. Ternyata orang itulah pemilik restoran suipoa ini. "Hai gendut kenapa kau diam saja, ayo cepat angkat karung beras itu kegudang!" "Mana aku kuat Bos, sampai disini sajalah, biar si Bu Eng yang membawanya kedalam".Jawab si gendut sambil melanjutkan berteriak "Bu Eng bantu aku mengangkat karung ini!" Si tinggi yang dipanggil Bu Eng baru saja keluar dari gudang belakang tanpa menjawab langsung saja memanggul karung tersebut dan membawanya kebelakang. "Bu Eng sekalian turunkan guci-guci arak itu, nanti jatah makanmu kuberi lebih".Si Bos menambahkan sambil menunjuk Guci-guci besar di sudut ruangan. "Beres Bos" Jawab Bu Eng sambil tertawa.

Dari gerak-geriknya menurunkan guci-guci arak itu, jelas terlihat bahwa pemuda itu tidak mencerminkan seorang yang pandai ilmu silat dan agaknya tidak tahu bagaimana mempergunakan tenaga dalam. Buktinya dia menurunkan guci-guci arak itu hanya mengandalkan tenaga otot saja. Namun perawakan pemuda itu memang tepat untuk menjadi seorang ahli silat yang tangguh. Tapi bila melihat gerakan-gerakannya memang sungguh tidak meyakinkan.

"Dua tahun lalu tenagaku lebih besar daripadamu, sekarang aku kalah jauh darimu Bu Eng". Si gendut menghampiri sambil membantu menurunkan guci-guci arak. "Kau iri yah, kalau begitu tiru aku menyantap Belalang raksasa". "Makan Belalang raksasa membuat perutku sakit, lebih baik begini saja deh".

Berapa lama kemudian guci-guci arak itu selesai diturunkan dan dirapikan. "Makanan kalian sudah ku persiapkan dibelakang, termasuk tambahan arak dan daging asap kesukaanmu Bu Eng". Kata si Bos setelah melihat pekerjaan mereka selesai. "Baik Bos kami segera makan". Jawab si gendut "Bicara makan saja kau semangat, giliran bekerja malas-malasan... ha ha ha...". Bu Eng yang menjawab sambil tertawa.

Setelah makan mereka berdua pamit pulang dan berterimakasih pada si bos.

Mereka adalah pekerja magang yang makan dan tinggal di Sian Li Bio (Kuil Pemuja Dewi Khayangan) yang terletak di atas gunung sebelah utara dusun ini. Bangunan kuil ini cukup megah, bangunan induknya terdiri dari empat deret, di pintu gerbang melintang sebuah pigura dengan tiga huruf besar, cuma lantaran sudah terlalu tua sehingga apa tulisan itu tidak terbaca lagi. Si Gendut bernama Ma Ceng sejak kecil memang sudah dititipkan di kuil, karena masalah ekonomi keluarganya yang serba kekurangan. Sedangkan Si tinggi bernama lengkap Kwee Bu Eng dan baru tinggal dua tahun di kuil tersebut, waktu itu orang kuil menemukannya di lereng gunung dekat kuil sedang tergeletak pingsan, yang kemudian dibawa ke kuil dan menetap sampai saat ini. Tentang asal-usulnya masih tidak diketahui, setiap Ketua kuil atau orang kuil menanyakan asal-usulnya selalu dijawab dengan singkat dan umum saja, bahwa dia berasal dari keluarga miskin dan dikejar-kejar hutang oleh rentenir sehingga dia berlari kabur sampai disini.

Pagi itu Bu Eng sudah bangun dan seperti biasa seorang mendaki puncak gunung yang ada di belakang kuil, sambil melihat pemandangan Bu Eng tersenyum. Dia berhenti sebentar "Udara pagi memang segar membuat perutku serasa lapar". Lalu dengan cepat dia melakukan pendakian lagi. Beberapa saat kemudian sampailah puncak di sebuah lapang datar yang cukup luas terdapat rumpun bunga kuning dan hijau. Bu Eng berhenti di tengah lalu menengok kekiri dan kekanan. Mendadak rumpun bunga itu bergoyang-goyang, dari dalamnya berlompatan benda-benda berwarna Kuning seukuran kepalan tangan anak kecil. Dengan tangkas Bu Eng menangkap benda-benda kuning tersebut dan dimasukkannya kedalam pakaiannnya, ternyata benda-benda kuning tersebut adalah binatang Belalang berukuran besar oleh dia dan temannya di sebut Belalang Raksasa. Setelah dirasakan sudah menangkap cukup banyak Bu Eng kembali menuruni bukit dan menuju Goa dimana dia selalu menyantap belalang raksasa.

Tak begitu lama terlihat api unggun sudah menyala, belalang-belalang tersebut kemudian ditusuk menjadi sate, hampir jadi lima tusuk, masing-masing tusuk terdiri dari lima ekor belalang dan diberi bumbu-bumbu yang dipersiapkan sebelumnya. Tak berapa lama sate belalangpun sudah masak. Harum wangi makananpun keluar memenuhi Gua. "Hmmm dagingnya lembut dan manis, ini merupakan makanan terlezat di dunia". "Makanan di kuil vegetarian sungguh membosankan, dua tahun lalu kami menemukan belalang raksasa sebagai santapan lezat, tapi setelah disantap perut kami menjadi sakit sekali, si gendut kapok sedang aku terus menyantapnya karena enak meski harus menanggung sakit perut, tapi kemudian fisikku berkembang dengan pesat, tenagaku dan tubuhkupun menjadi kuat". Setelah habis makan Bu Eng terlentang dan memusatkan tenaga seperti biasa. Ini dilakukan karena dia lama-lama telah menemukan cara menekan rasa sakit ditubuhnya sehabis menyantap belalang raksasa. Tak lama kemudian perutnya dirasakan mau meledak dan bergolak seperti pusaran air mendidih. "Waduh makanan enak memang harus membuat perutku panas!" Tubuhnya lalu membalik, kakinya keatas dan tangan di bawah bersandar pada tembok gua. Dengan posisi ini Bu Eng dapat mengatur napas panjang dan dalam ,kemudian perasaan sakit itupun berangsur-angsur berkurang yang tersisa hanya ras hangat yang mengerang dalam perutnya kemudian berputaran keseluruh bagian tubuhnya. Setelah merasa enakkan Bu Eng kembali membalik dan perasan menjadi lebih ringan dan lapang.

108-----demoneyes----108


Menurut catatan sejarah, Cin Si Hongte dilahirkan pada tahun 259 sebelum masehi dan dalam usia 13 tahun telah menjadi raja cin. pada waktu itu tiongkok terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil sehingga sering terjadi perebutan kekuasaan dan wilayah, namun raja Cin yang muda itu dengan bantuan para panglima yang pandai sering memperoleh kemenangan sehingga pada tahun 221 sebelum masehi ketika ia berusia 38 tahun hampir seluruh kerajaan kecil ditaklukannya.

Cin si hongte disohorkan sebagai seorang diktator, kejam dan bertangan besi sehingga banyak orang cerdik pandai dan para pendekar membencinya disamping itu juga menyeganinya, lebih dari itu malah kaisar ini terkenal dengan kaisar yang penuh rahasia dan misterius bahkan sering dikabarkan lenyap tanpa ada yang tahu kemana untuk menyusup dan menyamar menjadi rakyak biasa, melakukan hal-hal aneh tanpa ada yang tahu bahwa ia adalah sang kaisar sendiri.

Selama beberapa bulan terakhir ini, Keadaan Negara sedang kacau balau dimana-mana terjadi pemberontakan atas ketidakpuasan terhadap raja yang sedang memerintah. Puncaknya terjadi karena saat itu Kaisar Cin si Hongte telah memerintahkan agar semua kitab pelajaran Nabi Khong Cu dibakar, tidak boleh seorangpun menyimpan kitab tersebut, yang menyimpan diancam hukuman mati. Kaisar menganggap pelajaran dalam kitab tersebut mengandung pelajaran untuk memberontak dan tidak mengindahkan kaisar lagi sebagai satu-satunya putera langit yang dianggap utusan Tuhan di dunia.

Banyak sastrawan yang tidak sudi membakar dan mempertahankan pendiriannya dengan mengorbankan nyawa. Para sastrawan itupun ditangkap kemudian dijatuhi hukuman mati, maka Gegerlah tiongkok dan bermunculan Pemberontak-pemberontak atas nama rakyat mendirikan persatuan orang-orang gagah yang menentang kelaliman pemerintah. Dan yang paling terkenal ada dua perkumpulan yaitu Perkumpulan dibawah pimpinan Pendekar Besar Liu Pang yang berasal dari kaum Petani, dan yang satu lagi berada di bawah pimpinan Chu Siang Yu. Chu Siang Yu yang masih berdarah bangsawan, bahkan terkenal sekali karena ada keturunan dari Jendarl besar Chu Tek yang pernah menggegerkan dunia karena kegagahannya di jamannya.

Selain masalah pemerintah dan rakyat, di Dunia Kang Ouw terjadi kegemparan yang tidak kalah menggegerkan, yaitu tepatnya selama duapuluh tahun yang lalu telah muncul seorang iblis tanpa tanding. Dia selalu membunuh tanpa alasan dimana-mana namun tak ada seorangpun yang mampu mengalahkan atau membunuhnya, bahkan semua orang gagah termasuk perguruan-perguruan besar di tanah tiongkok seperti Siau-lim, Bu-tong, Go-bi, Kong-tong, Hoa-san sempat berunding dan mengirimkan wakil-wakilnya untuk melakukan penyerbuan atau pembasmian iblis tersebut. Tapi akhirnya menjadi sebuah tragedi dimana semua orang yang melakukan penyerbuan dibabat habis, tewas hampir semuanya, sedangkan yang berhasil melarikan diri jika tidak akhirnya mati mungkin akan cacat seumur hidup. Selama lima tahun berkali-kali usaha dilakukan namun masilnya tetap sama malah sampai rugi habis-habisan.

Datuk iblis ini berjuluk Cui Beng Kui Ong (Raja Iblis Pengejar Roh) merupakan Iblis tunggal, yang lima tahun setelah kemunculannya kemudian menerima banyak murid dan mendirikan Tai Bong Pai yang letaknya jauh di sebelah barat melalui gurun Go bi, yaitu sebuah kuburan kuno bekas kuburan para bangsawan di jaman dahulu yang amat luas. Kuburan bawah tanah itu berisi kamar-kamar seperti sebuah istana dengan benteng yang kuat. Selama limabelas tahun ini dijadikan sarang secara turun temurun dan di buatkan jalan atau lorong-lorong rahasia antar makam yang dapat menembus permukaan bumi. Para Iblis Tai Bong Pai ini mudah diketahui kemunculannya karena mereka membawa bau dupa dari tubuhnya apabila mereka berkeringat. Hal ini terjadi karena pengaruh hawa sinkang istimewa yang dilatih sambil menghirup asap hio yang bisa menimbulkan effek halusinasi terhadap lawan yang menghirupnya. Selain itu juga terdapat ilmu yang hanya dimiliki sang Pangcu karena ilmu itu hanya bisa di tranfer ke satu orang saja, jika sudah di tranfer maka pemilik sebelumnya akan meninggal. Karena itu hanya sang Pangcu Cui Beng Kui Ong saja yang memilikinya. Kabarnya ketika ilmu itu dikeluarkan mata pemilik ilmu menjadi merah dan hilang sebagian kesadarannya. Saat itulah kemampuannya menjadi berlipat ganda dan dari matanya terpancar kekuatan gaib untuk mengontrol lawannya atau bisa disebut juga kekuatan Hipnotis.

Saat ini di dunia persilatan mungkin hanya terdapat tiga orang saja yang mampu menandingi kehebatannya.

Yang pertama ialah Seorang pendekar pedang aliran putih yang kabarnya telah mencapai tingkat dewa dalam permainan pedangnya berjuluk Raja Pedang Langit Thian Kiam Ong bernama Ouwyang Ki dan kemudian mendirikan Thian kiam pang (Perkumpulan Pedang Langit). Konon dengan tenaga sinkang dan teknik yang khusus Ouwyang Pangcu mampu menggerakan sekaligus tujuh buah pedang dalam jurus-jurusnya, yang menandakan ilmu pedang langitnya sudah mencapai tinggat ke tujuh. Setiap murid Thian kiam Pang mempelajari sinkang dan teknik pergerakan pedang tersebut dan hasilnya terlihat dari berapa banyak mereka dapat mempergunakan padangnya. Sinkang dan teknik pergerakannya sangat sulit untuk dipelajari untuk mencapai tingkat ketujuh pun sang pangcu yang merupakan orang berbakat hanya pada dia berusia tujuhpuluh tahun baru dapat dicapai.

Yang kedua ialah Sin Kun Bu Tek (Tangan Sakti Tanpa Tanding) yang menjadi datuk di utara penerus Soa hu pai yang sangat berbakat bernama Siangkoan Bok. Pukulan pusaran pasir maut merupakan pukulan yang mengandung hawa dingin dan berputaran seperti angin puyuh. Pukulan itu merupakan inti dari ilmu Soa Hu Pai (Perguruan Danau Pasir). Danau itu sebenarnya lebih tepat disebut rawa berpasir yang letaknya di puncak gunung, merupakan kawah yang telah mati, dan mirip sebuah danau, akan tetapi bukan air yang berada di danau itu, melainkan pasir. Pasir itu amat panas, kadang-kadang mengepulkan asap panas dan berbau keras. Dalamnya danau tersebut tidak terukur dan mempunyai sifat yang mengerikan yaitu, dapat bergerak menyedot segala sesuatu yang terjatuh disitu. Biar binatang kuat seperti harimau pun sekali terjatuh ke dalam pasir jangan harap dapt keluar lagi karena tersedot terus sampai lenyap tanpa meninggalkan bekas. Dan hasil ilmu dari tempat itupun mengerikan. Kabarnya tokoh yang menciptakan ilmu itu kemudian mendirikan partai Soa hu pai adalah seorang kakek pertapa yang sangat sakti pada jamannya kebetulan lewat dari perjalannya, kemudian melihat ciptaan alam yang sangat berbahaya itu lalu mencari daya upaya untuk dapat menanggulangi bahaya dari danau pasir ini. Dia lalu menciptakan ilmu yang didasarkan untuk mengatasi kehebatan pasir itu. Dengan latihan sinkang diatas pasir itu, dia berhasil menemukan tenaga sinkang yang kekuatannya dapat menolak daya sedot pasir itu. Dapat dibayangkan betapa hebatnya tenaga sinkang itu, diapun berhasil mengubah hawa sinkangnya menjadi dingin untuk menahan panas. Siangkoan Bok kabarnya hanya dalam usia limabelas tahun sudah menguasai seluruh ilmu Soa Hu Pai dan sampai kini dalam usia limapuluh tahun sudah malang melindang dan berkelana di dunia kang ouw tanpa menemui tandingannya. Orang dari golongan putih atau golongan hitam begitu mendengar nama maupun julukannya segera menyingkir menjauhi dan berbahaya untuk didekati, itu dikarenakan wataknya sangat aneh dan bertemperamen tinggi.

Orang yang ketiga yaitu Manusia nyentrik yang berjuluk Hantu Gila, tidak banyak yang mengetahui nama, keberadaan dan berapa tinggi ilmu silatnya, hanya tokoh ini tiba-tiba saja selalu muncul dan merecoki orang disekitarnya. Disetiap kemunculannya selalu terjadi keributan atau kegilaan, tetapi bila terjadi bentrokan dialah yang selalu keluar jadi pemenang tanpa ada yang berani melawan atau membantah. Kedatangan dan kepergiannya selalu tiba-tiba bak hantu gentayangan karena sampai saat ini belum ada orang yang mampu mengejarnya ataupun menandingi ginkangnya yang istimewa. Sehingga orang kang ouw sama menyebutnya dengan julukan Hantu Gila.

Meskipun tiga orang tersebut dianggap mampu menandingi Datuk Iblis itu, namun dalam duapuluh tahun ini tidak pernah bentrok, saling menghindari dan tidak mau mencampuri urusan masing-masing, sampai akhirnya beberapa minggu yang lalu Song Bun Kui (Si Setan Berkabung) Murid Utama dari Cui Beng Kui Ong kesalahan tangan dengan membunuh seorang murid kesayangan dan melukai puteri Thian Kiam Ong itu sendiri. Dan atas desakan puterinya Thian Kiam Ong Ouwyang Ki kemudian langsung menantang duel terhadap Cui Beng Kui Ong yang dianggap sebagai lawan yang sederajat dengannya. Hasilnya terjadi pertempuran selama tujuh hari tujuh malam tanpa henti di sebuah puncak pegunungan secara tersembunyi. Kemudian diketahui bahwa setelah hari ke delapan ternyata kedua Datuk setanding dan tidak ada yang kalah dan yang menang keduanya terluka berat akibat ilmu masing-masing dan kemudian menghilang tanpa diketahui rimbanya.

Kejadian ini tidak disia-siakan oleh semua orang gagah termasuk perguruan-perguruan besar di tanah tiongkok seperti Siau-lim, Bu-tong, Go-bi, Kong-tong, Hoa-san. Segera melakukan penyerbuan ke sarang Tai Bong Pai, karena tanpa sang Ketua, Tang Bong Pai ternyata kurang kuat, hasilnya Tai Bong Pai berhasil dibumihanguskan dan seluruh pengikutnya dibasmi dan sebagian ada yang melarikan diri. Para Pendekar merasa belum puas sebelum melenyapkan Tokoh utamanya yaitu Cui Beng Kui Ong, maka melakukan penyisiran ke seluruh wilayah untuk mencari keberadaan Cui Beng Kui Ong. Akhirnya ditemukan juga dan terjadilah pengeroyokan secara massal terhadap Iblis itu selama beberapa hari ini, namun hingga sampai hari keempatpun Iblis tersebut masih belum dapat ditaklukan, bahkan sudah banyak tokoh-tokoh penting yang berguguran.

Udara terasa dingin dan mencekam, disalah satu puncak gunung yang indah itu kini berubah menjadi ladang pembantaian. Seorang Kakek berpakaian putih compang-camping berdiri tegak disebuah lapang yang luas sekalipun dia telah terkepung ratusan pendekar-pendekar berilmu. Tangan dan tubuhnya berlumuran dan mengucurkan darah, rambutnya beriap-riapan ditiup kencangnya angin, matanya sungguh mengerikan karena berwarna merah seperti darah, dialah Cui Beng Kui Ong yang namanya telah menggetarkan jagat persilatan.

Para jagoan dipimpin oleh Ta Beng Hwesio yang merupakan tokoh kedua dari Siauw Lim Pai. Disitu juga terdapat Tosu-tosu tingkat pertama dari Bu Tong, Go bi dan murid-murid utama dari Kong tong, Hoa san. Suasana begitu hening dan tak ada seorangpun yang berani mulai berbicara.

"Sancai... sancai..... menyerahlah Kui Ong bagaimanapun kau sudah terkepung, sudah empat hari kau dikeroyok secara massal tapi kau tetap gagah dan kuat, aku salut padamu". Ta Beng Hwesio membuka suara sambil meredakan suasana yang mencekam.

"Tubuhnya sudah kepayahan energinya terkuras, tunggu apalagi ....... MARI KITA BASMI IBLIS DARI MUKA BUMI !!!". Tiba-tiba saja murid dari Kong tong pai yang merasa saudara-saudara perguruannya sudah terbunuh oleh iblis itu berteriak tak sabar. "Yeeeeaaah !!!" teriakan itu disambut dengan gemuruh suara para pendekar.

"Ha ha ha ha ha... kalian yang mengaku golongan pendekar melakukan pengeroyokan menghalalkan cara untuk mencapai tujuan... ha ha ha ha ha bagus!, ayo maju semua, kalian belum berhak mencabut nyawaku, hanya Si Pedang Langit yang pantas bertarung denganku, dengan kemampuan cecurut seperti kalian ini mana mungkin sebanding denganku!". Setelah berkata demikian dari mulut sang Iblis menyembur darah segar akibat pertarungan tanpa jeda selama empat hari. Dia hampir kehabisan darah, lukanya semakin parah, dan fisiknya pun semakin melemah.

Melihat ini para pendekar menjadi bersemangat kembali, dan mulai berteriak-teriak sambil menyerbu secara bersamaan. Dengan tenang Kui Ong memusatkan energi di kedua tangannya dan mengalirkan keseluruh tubunnya sehingga sekujur tubuhnya diselimuli kabut putih tipis mengepul di udara, tangannya direntangkan kesamping kemudian dengan cepat didorongkan ke depan, inilah salah satu jurus pukulan yang didasarkan atas tenaga sakti tingkat tinggi. Kilatan uap putih itu menyebar kesegala penjuru menimbulkan getaran yang dasyat, bagi pengeroyok yang masih rendah tingkat ilmu iweekangnya segera terlempar puluhan meter dengan menderita luka dalam bagi yang cukup kuat hanya terpental saja tanpa cidera luka dalam, hanya Ta Beng Hwesio saja yang mampu menerimanya secara langsung tapi tak mampu menyentuh atau melukainya sedikitpun.

Melihat ini Ta Beng Hwesio berpikir dalam hati "Tenaganya sudah terkuras, tapi kekuatannya masih mengerikan meskipun tidak sekuat sebelumnya ....ini mungkin kekuatan terakhirnya, mudah-mudah semua ini cepat selesai dan tidak memakan banyak korban lagi". Perkiraan Ta Beng Hwesio memang benar meskipun sinkangnya masih kuat namun tubuhnya tidak mampu lagi mengeluarkan pukulan sedasyat tadi.

Selagi semua orang siap menyerang kembali, dari semak belakang muncul seorang pemuda tinggi terbengong-bengong seperti melihat pertunjukan sirkus... sambil bertepuk tangan dan terus berjalan menghampiri. "Wah... kenapa begitu banyak orang berjungkir balik?, ha ha ha pertunjukan yang bagus!". "Hayo.. lakukan lagi..". Teriak pemuda itu dengan gembira. Pemuda tinggi itu bukan lain adalah Kwee Bu Eng yang seperti biasa, habis sarapan santapan istimewanya, terus mendengar suara bergemuruh dan teriakan orang-orang,tertarik dengan suara itu kemudian dia mencari dan mendekati asal suara tersebut, dan ternyata suara itu berasal dari sisi gunung sebelah timur tempat Bu Eng menyantap makanan.

Ucapan pemuda tersebut dianggap menghina kaum pendekar. kembali bergemuruh suara carimaki, namun semuanya hanya mengeluarkan kata-kata saja tanpa ada berani turun tangan.

"Kesini bocah, pertunjukan selanjutnya akan segera dimulai". Iblis itu berkata sambil melambaikan tangan kearah Bu Eng.

Bu Eng tanpa mengenal rasa takut sedikitpun berjalan menghampiri, tiba-tiba saja tangan kiri iblis itu direntangkan kedepan kearah Bu Eng, seperti ada daya penyedot yang kuat tubuh Bu Eng meluncur cepat kearahnya, begitu tangannya menyentuh dada kanan Bu Eng , Iblis itu tersentak kaget, dirasakanya terdapat hawa energi yang sangat kuat berputaran disekujur tubuh Bu Eng seperti energi sinkang yang di himpun orang selama puluhan tahun. "Kau berasal dari perguruan mana ?". Si iblis bertanya sambil terus tangannya mencengkram dada Bu Eng. "Apa maksudmu ? cepat lepaskan tanganmu ?" teriak Bu Eng sambil meronta tanpa hasil. "Kau pernah belajar ilmu silat pada siapa hah?" Si Iblis kembali mengancam. "Belajar silat ....? untuk apa aku belajar silat, apa untuk membunuh ....?, kelihatannya kaupun mahir silat, apa kau ingin membunuhku...?". tantang Bu Eng dengan berani meskipun dia tahu yang berhadapan dengannya bukan manusia biasa. "Masa manusia bisa bermata merah seperti itu". Pikir Bu Eng. "Ha ha ha ha ha ... baru kali ini aku mendengar seorang bocah bisa berkata seperti itu didepanku, ha ha ha ha ha ... aku tak akan membunuhmu ...aku hanya mau meminjam energimu..."

Begitu berucap kemudian dia menarik tubuh Bu Eng berputar di depannya, tangan kanannya kemudian memegang tangan Bu Eng, tangan kiri tetap mencengkram dadanya. Kekuatan fisiknya sudah melemah. Melalui tubuh Bu Eng iblis itu melepaskan sinkangnya dan menyedot energi yang berasal dari tubuh Bu Eng melepaskan sekaligus pukulan sakti berturut-turut. Akibatnya hebat sekali kekuatannya seperti pulih kesedia kala, membuat para pendekar kocar-kacir dibuatnya. Setelah serangannya berhasil dengan baik, iblis itu kembali menyedot energi Bu Eng, namun tiba-tiba saja energi dalam tubuh Bu Eng itu keluar membanjir memasuki tubuh Kui Ong, dengan tubuh dan fisik yang lemah itu mana mungkin dapat menampung energi sekuat itu. Hal itu bagaikan terpukul oleh hawa sinkang yang sangat kuat membuat dirinya terluka sangat parah dan kembali muntah darah setelah itu pingsan tak sadarkan diri, tertelungkup di punggung Bu Eng.

Hawa sinkang Bu Eng yang menerobos keluar itu kemudian membalik kembali ketubuhnya malahan energi sinkang milik Si Raja Iblis ikut-ikutan keluar semua membanjir ketubuh Bu Eng tanpa dapat dicegah pemiliknya, karena saat itu sedang dalam keadaan semaput. Tak berapa lama kemudian sinkang keduanya sudah berkumpul ditubuh Bu Eng. Karena memang fisik Bu Eng yang kuat dan dalam kondisi prima maka selama transfer energi tersebut Bu Eng tetap dalam keadaan sadar, tiba-tiba tubuhnya menggigil keras, matanya berubah merah. Lalu Bu Eng mengeluarkan pekik melengking, seketika itu juga tubuh Kui Ong yang sudah lemas itu terlempar beberapa meter jauhnya dan sepertinya nyawanyapun ikut melayang. Selagi semua orang terkejut Bu Eng melenting tinggi keatas bagai panah lepas dari busurnya. Suara lengkingannya amat hebat bergema bergulung-gulung dan menderu-deru dari segala penjuru. Sebagian orang yang tidak kuat mendengar lengkingan itu menutup telinganya dan berguling-gulingan , sebagian lagi duduk bersemadi mengerahkan sinkang untuk mengurangi guncangan.

Ta Beng Hwesio dan kawananya hanya dapat mengeleng-gelengkan kepala melihat peristiwa yang terjadi sangat cepat itu, namun begitu sukar untuk dipercaya, Iblis Sakti itu ternyata sudah mati dengan tragis. Semuanya segera mengurus jenasah dan mengobati kawan-kawan mereka yang terluka. Lalu dengan cepat meninggalkan tempat berdarah yang meminta banyak korban itu.


Kematian Sang Raja Iblis -- Pemuda Berilmu Siluman
Advertisement