Cerita Silat
Mendaftar
Advertisement

Akhirnya, buku silat atau cerita silat berjudul WARANEY NEGERI MINAHASA, sebuah cerita silat ber setting kental "Tanah Minahasa" karya Farry SJ Oroh diterbitkan. Minahasa, adalah etnis terbesar di Sulawesi Utara dan tidak mengenal tradisi aksara, tetapi tradisi lisan yang cukup kuat. Karena itu, kehadiran karya Fary, dengan interpretasi dan upayanya untuk mempopulerkan budaya Minahasa melalui caranya, patut diapresiasi. Bagi saya, apresiasi atas tulisan atau buku Fary ini, dilakukan sekaligus atas upayanya menggali budaya dan corak Minahasa disatu sisi, dan sumbangsihnya bagi lokalisasi cerita silat di sisi lain. Karena karyanya ini, maka saya menyebut Fary menggali dan mengikuti tipe dan gaya SH Mintardja, meskipun speed penceritaan meeka berbeda. Mintardja yang terkesan "lambat" tetapi detil, beda dengan Fary yang menggelegak dan cepat, dengan kemungkinan yang tidak sedikit dalam pengembangannya.

Buku Fary berjumlah halaman 151, dan menurut penulisnya sendiri masih akan terbit hingga buku ke 5 atau 6, atau bahkan lebih. Dengan kemungkinan yang masih sangat terbuka di buku satu, yakni kedatangan para pendekar Jawadwipa, bahkan pendekar dari negri lain di Utara (Phillipina) dan suku lain dari Maluku dan ternate, maka pengembangan cerita ke depan sungguh prospektif. Apalagi, karena Fary bekerja keras menterjemahkan nama jurus silatnya sesuai dengan bahasa asli dari asal si pendekar. Buku pertama ini dijejali dengan nama jurus asli Minahasa, bahkan geografi Minahasa dan ciri khas bahasanya yang cukup kaya. Pendeknya, sangat lengket dengan simbol dan ikon Minahasa. Tetapi, jurus lain dari Jawa dan dari negeri lain, juga sudah mulai diperkenalkan.

Salah satu keunikan Fary adalah, ketika menggunakan terminologi "Sakalele" dari tari Cakalele, Tari Perang Minahasa, untuk menggambarkan Jurus Silat. Mirip dan persis dengan Mintardja yang menggunakan terminologi Kanuragan atau Olah Kanuragan untuk menggambarkan atau mengganti terminologi "Ilmu Silat". Juga penggunaan kata "Keter" atau Tenaga sebagai pengganti Iweekang atau tenaga Dalam. Keberaniannya sungguh menggembirakan, dan layak masuk dalam deretan upaya lokalisasi cerita silat yang saat ini terlampau didominasi oleh setting China dan juga setting Jawa. Anggaplah buku ini adalah salah satu corak desentralisasi budaya .... hahahahaha

Keunggulan lain Fary adalah penceritaannya yang mengalir, cepat, tetapi dengan kemungkinan pengembangan tak terbatas. Ini disebabkan kemungkinan tampilnya tokoh dari luar yang sangat banyak: Majapahit, Suku-suku di Utara Minahasa, Ternate, bahkan Tiongkok. Demikian juga plotnya dan nampaknya juga tokohnya, bakal dan akan mengalami pengembangan luar biasa pada cerita selanjutnya.

Bila dilhat dari judul atau episode yang sudah masuk 450-an di Harian Metro (Cerita ini sebenarnya dimuat bersambung di harian Metro Manado), membuktikan betapa ramainya cerita ini. Bahkan menurut Fary ketika menyampaikan pikirannya di Bedah buku itu, kemungkinan pengembangannya sangat luas. Bahkan interpretasi beraninya terhadap pertanyaan: "Apakah Melesung (Minahasa Kuno), sempat diokupasi atau dijajah Majapahit atau bukan" merupakan sebuah keberanian menginterpretasi sejarah, meski dalam konteks fiksi. Disini, Fary mungkin boleh belajar dari Sekar Langit Haryadi dengan cerita Gajah Madanya.

Dari sisi, Cerita Silatnya, maka cerita ini, bagi saya, sangat menarik. Baik adegan pengembangan ilmu silatnya dan sejarahnya, termasuk tentu nama-nama lokalnya, sungguh menggelitik. Tetapi, karena masih buku satu, maka sulit membandingkan dan melihat apakah ilmu ini sudah tuntas atau belum. Malah terkesan, ilmu itu tidak terbatas dan akan terus mengalami perkembangan. Termasuk dengan ilmu dari tokoh utama dan tokoh jahatnya. Sementara, perangkap ala KPH, yakni ular beracun tapi berkhasiat, juga dimanfaatkan secara "lincah" oleh Fary. Hebat. Dan dengan cara itu, dia meningkatkan kemampuan tokoh utamanya sampai berlipat kali. Dan, dalam konteks fiksi, khan ini sah-sah aja. Bahkan banyak yang menyenangi cara instan ini biar jagonya cepat hebat.

Penggambaran adegan berkelahinya, juga cukup bagus. Tidak kaku, tidak asal ciat-ciat dan jagoannya menang atau keok. Jarak dan rentang kesaktian antara jago, juga terurut dengan baik. Sehingga setidaknya ada rujukan, jagoan terhebat saat ini adalah tokoh ini, dan jagoan masih di level menengah dan harus berkembang. Adegan-adegan perkelahian, yang banyak menyita perhatian di buku 1, sangat menarik diikuti. Meskipun, karena dimaksudkan untuk kejar tayang, terkesan di beberapa tempat tidak cukup detil. Mungkin, untuk edisi cetak berikut, Fary perlu melalukan editing penyesuaian, dengan tidak merusak keutuhan cerita. Setidaknya ada beberapa segmen yang pelu diperluas sehingga menghadirkan suasana yang lebih pas ditangkap.

Sementara di sisi budayanya, Fary memberi kontribusi yang besar bagi upaya mencintai budaya dan bahasa lokal Minahasa. Tetapi, dalam resensi di wikia ini, rasanya bukan hal yang pas untuk menggali unsur-unsur ini. Tapi bagi para penggemar cerita silat asal Minahasa, pasti cerita ini akan menghadirkan nostalgia kampung halaman yang "aneh". Karena Fary menggunakan nama-nama asli walak atau sub etnis Minahasa.

Selebihnya, saya kira, buku Fary ini memang sangat menarik untuk dibaca. Bilapun ada yang lemah, maka karena buku ini diterbitkan hanya 1 buku. Hal ini membuatbuku ini menjadi semacam pembuka penasaran orang untuk menunggu lanjutannya. Tapi, lebih baik lagi bila dicetak 2-3 buku sekaligus sehingga bentuk sudah bisa dibaca lebih baik dan kepenasaran yang dihasilkannya juga lebih kuat. Di atas semuanya,selamat buat Fary dan selamat datang sebuah cerita silat gaya baru.

Jakarta, 19 April 2007

Audy Wuisang


Advertisement